,
menampilkan: hasil
Kemas Perayaan Hari Bakcang Jadi Daya Tarik Wisata di Pontianak
Gelar Perayaan Hari Bakcang di Sungai Kapuas
PONTIANAK - Perayaan Hari Bakcang menjadi tradisi tahunan yang dirayakan masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Bakcang merupakan makanan tradisional masyarakat Tionghoa dan memiliki hari bakcang tersendiri. Makanan dari beras ketan yang diisi daging atau ayam cincang berbumbu ini pertama kali muncul pada zaman Dinasti Zhou. Menurut legenda, bakcang dibuat karena simpati rakyat kepada Qu Yuan yang bunuh diri dengan cara melompat ke sungai Miluo. Saat itu masyarakat melemparkan bakcang ke sungai dengan maksud agar binatang air tidak memakan jasad Qu Yuan dan beralih menyantap bakcang yang dilemparkan.
Di Kota Pontianak, perayaan Hari Bakcang digelar oleh Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) Kota Pontianak di atas kapal wisata tepian Sungai Kapuas, Jumat (3/6/2022). Perayaan itu ditandai dengan melempar bakcang ke Sungai Kapuas.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, gelaran perayaan Hari Bakcang ini turut memperkaya khasanah budaya yang ada di Kota Pontianak. Ia berharap tradisi perayaan bakcang ini dikemas lebih baik lagi sehingga bisa menjadi daya tarik wisatawan, baik wisatawan domestik maupun asing.
"Jadi kalau perayaan bakcang di sini mampu menjadi magnet bagi wisatawan asing seperti dari Taiwan, Hongkong dan lainnya, mereka yang berasal dari negara lain membuang bakcangnya di Pontianak, bukan di Sungai Yangtze atau Sungai Kuning yang ada di Tiongkok," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi dan mendukung siapapun warga Kota Pontianak yang ingin melestarikan adat dan budayanya selama itu memberikan nilai kearifan lokal yang baik. Selain bernilai budaya, perayaan tradisi tersebut juga bernilai wisata.
"Nanti kita akan kaji apakah memungkinkan untuk masuk dalam agenda tahunan pariwisata Kota Pontianak, harus kita koordinasikan dulu," ungkapnya.
Ketua Panitia Perayaan Hari Bakcang, Adi Sucipto menuturkan, perayaan Hari Bakcang ini diprakarsai oleh DPD MABT Kota Pontianak. Melalui perayaan ini, para generasi muda, khususnya kalangan Tionghoa, tetap ingat tradisi budaya leluhur. Apalagi melihat perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat mempengaruhi kehidupan adat dan tradisi yang sudah turun-temurun sehingga sedikit demi sedikit mulai dilupakan.
"Generasi muda sekarang ini hanya tahu setiap perayaan Hari Bakcang identik dengan memakan bakcang tanpa tahu latar belakang dibalik perayaan bakcang," ucapnya.
Rudy Leonard, Budayawan Tionghoa, menjelaskan, perayaan Hari Bakcang berasal dari Tiongkok yang usianya sudah mencapai 2.300 tahun. Perayaan ini digelar setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek. Secara umum perayaan Hari Bakcang adalah dengan memakan bakcang. Selain itu, pada perayaan tersebut juga ada tradisi mandi tengah hari.
"Di mana pun orang Tionghoa berada, mereka akan merayakan hari bakcang pada hari tepatnya bulan 5 tanggal 5 dan bertepatan pertengahan hari," pungkasnya. (prokopim)
Edi Kamtono Sulut Meriam Karbit di Gang Kuantan
Meski Tanpa Festival, Meriam Karbit Semarakkan Malam Lebaran
PONTIANAK - Meski tahun ini Festival Meriam Karbit tidak digelar, namun suasana malam Idul Fitri 1443 Hijriyah tetap semarak dengan dentuman meriam karbit dari sisi selatan dan timur sepanjang tepian Sungai Kapuas. Antusias masyarakat untuk memainkan atau sekadar menyaksikan permainan tradisional ini terlihat dari ramainya pengunjung di beberapa titik lokasi permainan di tepian Sungai Kapuas, baik di Pontianak Selatan maupun Timur. Suara dentuman yang menggelegar seakan memacu adrenalin ketika menyulut permainan yang terbuat dari kayu berbahan bakar karbit itu.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono bersama Kapolresta Pontianak Kota, Kombes Pol Andi Herindra dan Dandim 1207/Pontianak, Kolonel Arh Hendra Roza ikut menyulut meriam karbit yang ada di Gang Kuantan Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan. Dentuman menggelegar kala meriam karbit disulut secara bergantian.
Edi menerangkan, dari pantauannya, setidaknya lebih dari 20 titik lokasi yang memainkan meriam karbit. Masyarakat masih sangat antusias pada permainan tradisional yang dimainkan setiap malam lebaran di tepian Sungai Kapuas.
"Masyarakat masih sangat antusias karena merupakan budaya kearifan lokal Kota Pontianak. Walaupun tanpa festival, tetapi permainan meriam karbit cukup meriah pada malam ini," ujarnya usai menyulut satu di antara lima meriam karbit yang disediakan panitia, Minggu (1/5/2022) malam.
Memang, lanjut dia, festival meriam karbit tahun ini tidak bisa digelar. Tetapi tahun depan festival itu direncanakan akan kembali digelar dengan lebih semarak. Sebagai upaya pelestarian budaya, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak juga melakukan pembinaan terhadap kelompok-kelompok meriam karbit.
"Setiap digelar festival, kita berikan uang pembinaan bagi peserta festival," ungkapnya.
Menurut Edi, meriam karbit menjadi bagian kehidupan masyarakat terutama yang bermukim di tepian Sungai Kapuas. Sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), meriam karbit memiliki nilai historis berdirinya Kota Pontianak. Potensi yang dimiliki Kota Pontianak selain Sungai Kapuas, juga diperkaya dengan budayanya seperti tradisi permainan meriam karbit ini.
"Kita ingin menggali lebih dalam budaya-budaya yang ada di Kota Pontianak sehingga menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung," sebutnya.
Menjadi sebuah kebanggaan bagi warga Kota Pontianak karena Kelurahan Benua Melayu Laut masuk dalam 50 besar desa wisata se-Indonesia dari 500 peserta. Capaian ini menjadi penyemangat bagi warga untuk membangun kampung atau kelurahan ini menjadi lebih baik dan ramah wisata. Untuk itu, Pemkot Pontianak akan memberi dukungan berupa pembangunan infrastruktur dengan harapan warga sekitar ikut menjaga keamanan dan ketertiban serta kebersihan.
"Bagaimana kita bisa menerima tamu-tamu wisatawan dengan mengimplementasikan sadar wisata," imbuh Edi.
Sementara itu, Tegar, warga asal Tangerang, mengaku senang bisa menyaksikan langsung permainan meriam karbit di Pontianak. Baginya, permainan ini cukup memacu adrenalin untuk memainkannya. Apalagi suara yang dihasilkan dari meriam karbit sangat dahsyat.
"Butuh keberanian untuk orang yang baru pertama kali menyulut meriam ini," pungkasnya. (prokopim)
Meriam Karbit Tak Lekang oleh Waktu, Tak Hilang Ditelan Zaman
Chandra Bangga Bermain Meriam Karbit Lestarikan Tradisi dan Budaya
PONTIANAK - Beberapa orang pria terlihat sibuk di tepian Sungai Kapuas Kelurahan Tambelan Sampit Kecamatan Pontianak Timur. Ada yang mengambil air, ada pula yang berada di ujung moncong kayu berdiameter cukup besar sambil menutup lubang yang mengarah ke sungai dengan lembaran kertas koran. Kemudian yang lainnya memasukkan karbit yang sudah dipecah seukuran kerikil kecil. Setelah itu, mereka menunggu sejenak. Selang beberapa menit, seorang pria membawa api obor menuju satu di antara kayu yang berjejer di tepian sungai yang berada tak jauh di bawah Jembatan Kapuas I. Pria itu langsung menyulut lubang kecil yang ada di tubuh kayu bulat tersebut dan diikuti bunyi menggelegar hingga menarik perhatian pengendara yang melewati jembatan. Begitulah cara warga memainkan benda yang dikenal dengan nama meriam karbit. Meriam tersebut terbuat dari kayu mabang atau meranti dengan ukuran diameter antara 50 - 70 centimeter dan panjang kisaran 5 hingga 6 meter.
Tak ada sedikitpun rasa takut dalam diri Chandra (33), warga Tambelan Sampit, tatkala menyulut meriam karbit. Padahal bunyi yang dihasilkan permainan tradisional yang sudah menjadi tradisi saat bulan Ramadan dan menyambut Idul Fitri ini sangat dahsyat. Baginya, bermain meriam karbit sudah menjadi bagian kehidupan warga sekitar tepian Sungai Kapuas terutama saat menyambut lebaran. Meski tanpa Festival Meriam Karbit yang biasa digelar rutin setiap tahun, namun Setia Tambelan, nama kelompoknya, tetap memainkan permainan yang merupakan bagian dari sejarah berdirinya Kota Pontianak.
"Pada tahun ini kami menyiapkan tujuh meriam karbit untuk dimainkan menyambut lebaran," katanya saat ditemui di tepian Sungai Kapuas Tambelan Sampit tempat kelompoknya memainkan meriam karbit, Rabu (27/4/2022) malam.
Chandra menceritakan bagaimana awal proses pembuatan meriam karbit hingga cara memainkannya. Kata dia, untuk menghasilkan sebuah meriam, setidaknya dibutuhkan tiga sampai empat hari hingga siap untuk dimainkan atau dibunyikan. Agar tidak dikejar waktu, meriam-meriam itu sudah mereka kerjakan jauh sebelum bulan puasa.
"Supaya terlihat menarik dan indah, meriam-meriam ini kami hiasi dengan cat berwarna-warni," ungkapnya.
Dentuman meriam yang menggelegar itu dihasilkan dari karbit sebagai bahan bakarnya. Menurut Chandra, karbit yang dipersiapkan pada permainan meriam tahun ini sebanyak 150 sampai 200 kilogram. Untuk menghasilkan bunyi yang besar, idealnya sebuah meriam membutuhkan bahan bakar karbit sebanyak seperempat kilogram karbit.
"Waktu yang dibutuhkan untuk karbit berproses, idealnya enam sampai tujuh menit meriam siap untuk disulut dan menghasilkan dentuman," ungkapnya.
Chandra merupakan satu di antara sekian banyak pemain meriam karbit yang masih eksis hingga kini. Bermain meriam karbit bagi dirinya adalah sebuah kebanggaan karena ikut melestarikan tradisi dan budaya yang dimiliki Kota Pontianak. Apalagi, permainan Meriam Karbit ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Saya yakin permainan meriam karbit ini tak lekang oleh waktu karena sudah menjadi bagian kehidupan warga Pontianak khususnya yang bermukim di tepian Sungai Kapuas," imbuhnya.
Sebelumnya, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyatakan penyelenggaraan Festival Meriam Karbit tahun ini kembali ditiadakan sebagaimana tahun lalu. Kendati demikian, permainan meriam karbit tetap diperbolehkan.
"Kalau masyarakat ingin memainkan meriam karbit silakan, tetapi tahun ini kita tidak menggelar festival seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Sejak awal pandemi Covid-19, yakni tahun 2020 festival yang banyak menyedot perhatian masyarakat ini sementara ditiadakan. Langkah itu diambil sebagai upaya mencegah kerumunan orang di tengah kondisi pandemi Covid-19.
"Insya Allah tahun depan kita akan gelar supaya lebih meriah lagi," ucap Edi.
Meski permainan rakyat yang dimainkan di tepian Sungai Kapuas ini diperkenankan, namun Edi berharap masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan mengingat pandemi Covid-19 belum berakhir. Apabila ada warga yang merasa sakit atau tidak enak badan, sebaiknya tidak ikut memainkan atau menyaksikan permainan berbahan bakar karbit tersebut.
"Artinya warga masyarakat yang merasa sakit, kalau bisa jangan memaksakan diri untuk datang nonton atau berkerumun. Sebaiknya istirahat di rumah saja untuk mengembalikan stamina," imbaunya.
Sebagian besar komunitas pemain meriam karbit berada di Wilayah Pontianak Timur, Selatan dan Tenggara, terutama mereka yang bermukim di tepian Sungai Kapuas. Permainan tradisional yang sudah lama ada ini merupakan salah satu aset yang dimiliki Kota Pontianak dan hanya satu-satunya di dunia meriam karbit sebesar ini.
"Permainan meriam karbit ini perlu kita lestarikan agar budaya yang kita miliki tidak punah ditelan zaman," pungkasnya. (prokopim)
Wako Edi Kamtono : Hiasan Ornamen dan Lampion Semarakkan Perayaan Imlek
Lima Ekor Replika Harimau Hiasi Klenteng Kwan Tie Bio
 
PONTIANAK - Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono berkeliling memantau aktivitas masyarakat di malam perayaan Imlek di Kota Pontianak. Saat berkeliling, ia mampir sejenak di Klenteng Kwan Tie Bio di Jalan Diponegoro Pontianak. Berbagai hiasan ornamen dan lampion khas Imlek tampak menghiasi teras depan klenteng. Tak hanya itu, lima ekor replika harimau yang berada di sisi kiri dan kanan klenteng dengan ukuran cukup besar kian menambah semarak perayaan Imlek 2573.
"Meskipun perayaan Imlek tidak seperti sebelum pandemi Covid-19, namun dengan banyaknya hiasan dan ornamen-ornamen ini cukup membuat semarak perayaan Imlek di Kota Pontianak," ujarnya saat meninjau suasana malam perayaan Imlek, Senin (31/1/2022) malam.
Malam perayaan Imlek tahun ini juga tanpa pesta kembang api. Menurutnya, kebijakan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi menyebabkan munculnya kluster-kluster baru. Edi juga mengimbau warga yang merayakan Imlek untuk merayakannya secara lebih sederhana. Pasalnya, acara atau kegiatan yang sifatnya mengumpulkan orang banyak memang tidak diperkenankan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
"Bagi masyarakat yang merayakan Imlek tetap diperbolehkan beribadah di klenteng dengan menerapkan protokol kesehatan," tuturnya.
Edi menambahkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak bersama personil TNI/Polri akan melakukan pengamanan di rumah-rumah ibadah pada Hari Raya Imlek agar pelaksanaan ibadah tetap berjalan aman dan kondusif. Perayaan di masa pandemi sangat riskan terjadinya penambahan jumlah orang yang terkonfirmasi Covid-19.
"Karena itu kami berupaya mengantisipasi hal tersebut," imbuhnya. (prokopim)
 
			