,
menampilkan: hasil
Edi Kamtono Sungkeman Kepada Ibunda di Hari Lebaran
PONTIANAK - Tradisi sungkeman kepada orang tua biasa dilakukan pada Hari Raya Idulfitri. Meski tak ada aturan baku, namun tata cara sungkem umumnya mencakup bersalam mencium tangan orang tua sambil duduk bersimpuh dan memohon maaf atas segala kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Tradisi sungkeman juga dilakukan Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono. Sepulang dari Salat Id dan berkunjung ke rumah mertua untuk sungkeman, di kediaman dinasnya Edi melakukan sungkeman dengan ibunda tercintanya, Hj Rukiyah, Kamis (13/5/2021). "Kami melakukan sungkeman dengan orang tua kami untuk meminta maaf atas semua kesalahan kami selaku anak," ujarnya.
Dalam kondisi pandemi yang belum berakhir hingga kini, ia berharap masyarakat tetap ikhtiar dan bisa menahan diri serta bersabar pada momentum Hari Raya Idulfitri ini. Bagi mereka yang hendak bersilaturahmi dengan orang tuanya, diimbau untuk menjaga dan melindungi para orang tua agar terhindar dari tertularnya Covid-19. Caranya, dengan mematuhi protokol kesehatan. "Sebelum bertemu dengan orang tua, sebaiknya cuci tangan terlebih dahulu. Apabila merasa sakit, jangan dulu berkunjung ke manapun, tetap berada di rumah," ungkap Edi. (prokopim)
Dentuman Meriam Karbit, Tradisi Warga Sambut Lebaran
PONTIANAK - Dentuman menggelegar saling bersahutan dari dua sisi tepian Sungai Kapuas. Bunyi dentuman itu berasal dari meriam karbit yang dimainkan warga Tambelan Sampit sebagai persiapan menyambut malam lebaran yang tak lama lagi. Meriam karbit merupakan permainan rakyat yang menjadi tradisi setiap bulan Ramadan dan malam Idulfitri di Kota Pontianak. Meriam tersebut terbuat dari kayu mabang atau meranti dengan ukuran diameter antara 50 - 70 centimeter dan panjang kisaran 5 hingga 6 meter. Untuk membunyikannya, dibutuhkan bahan bakar berupa karbit. Kemudian terdapat lubang pada bagian meriam untuk tempat menyulutkan api hingga menghasilkan bunyi yang menggelegar.
Maulidi Murni, satu diantara pemain meriam karbit di Tambelan Sampit menjelaskan proses menyalakan meriam karbit. Sebelum mulai membunyikan meriam karbit ada beberapa proses persiapan yang harus dilakukan. Langkah pertama dimulai dengan menutup lubang pada moncong meriam karbit. Penutupan tersebut biasanya dilakukan dengan kertas koran bekas. Selanjutnya meriam diisi air dilanjutkan dengan mengisi karbit. "Pengisian karbit pada meriam dengan takaran yang bervariasi mulai dari 2 hingga 4 ons, tergantung dari besar diameter sebuah meriam karbit," ujarnya ditemui saat melakukan uji coba permainan meriam di tepian Sungai Kapuas Tambelan Sampit, Sabtu (8/5/2021) malam.
Setelah meriam diisi karbit dan air, lubang yang ada, termasuk lubang untuk menyulut meriam juga ditutup dengan kertas koran. Untuk menghasilkan suara yang maksimal, meriam karbit didiamkan selama 7 hingga 8 menit. Sesekali meriam karbit dilakukan pengecekan untuk memastikan meriam siap disulut. "Ketika meriam sudah dipastikan siap dibunyikan, lubang untuk menyulut dibuka dan disulut dengan api obor hingga terdengar bunyi dentuman," paparnya.
Meskipun festival meriam karbit ditiadakan di tengah pandemi, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mempersilakan permainan tradisional tersebut di bulan Ramadan dan menyambut malam Idulfitri mendatang. "Kita tidak menggelar festival meriam karbit tahun ini, tetapi jika masyarakat ingin memainkannya dipersilakan," katanya.
Ia menekankan agar selama memainkan meriam karbit, warga tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah penularan Covid-19. Menurutnya, permainan meriam karbit merupakan bagian dari budaya masyarakat Kota Pontianak. "Mulai bulan Ramadan boleh dimainkan, tapi untuk festivalnya kita tiadakan," ucapnya.
Sebagian besar komunitas pemain meriam karbit berada di Wilayah Pontianak Timur, Selatan dan Tenggara, terutama mereka yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas. Permainan tradisional yang sudah lama ada ini merupakan salah satu aset yang dimiliki Kota Pontianak dan hanya satu-satunya di dunia meriam karbit sebesar ini. "Permainan meriam karbit ini perlu kita lestarikan agar budaya yang kita miliki tidak punah ditelan zaman," ungkap Edi.
Saat ini, kata dia, di Kota Pontianak terdapat sekitar 40 kelompok meriam karbit. Seluruh kelompok tergolong aktif sebagai wujud melestarikan budaya di Kota Pontianak. "Permainan meriam karbit di Kota Pontianak telah menjadi warisan budaya tak benda sehingga hal ini harus kita lestarikan," pungkasnya. (prokopim)
Tunjang Perekonomian Warga, Kampung Caping Kaya Potensi Wisata
Warga Kampung Caping Bangun Teras Terapung
PONTIANAK - Caping merupakan benda yang tak asing lagi bagi hampir sebagian masyarakat di Indonesia hingga Asia Tenggara. Berbentuk bundar dengan bagian atasnya berkerucut, caping yang terbuat dari daun mengkuang digunakan sebagai tudung peneduh dari terik sinar matahari. Caping banyak digunakan oleh petani, nelayan hingga masyarakat lainnya. Di Pontianak, sentra pembuatan caping berada di tepian Sungai Kapuas, tepatnya di Gang Mendawai Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak Tenggara. Kampung Caping nama tempat itu. Membuat caping menjadi andalan warga sekitar dalam menunjang perekonomiannya.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono melihat langsung aktivitas di Kampung Caping dan berbaur bersama warga sekitar. Melihat anak-anak bermain kano di Sungai Kapuas, ia pun ikut mengayuh sampan diiringi oleh anak-anak dengan kano mereka masing-masing. Usai bersampan bersama anak-anak sekitar, Edi kembali berbaur bersama warga untuk menikmati santap siang dengan saprahan di teras apung yang dibuat secara swadaya oleh warga Kampung Caping.
Ia mengapresiasi inisiatif warga di kampung tersebut yang menyediakan ruang terapung untuk berbagai aktivitas masyarakat. Hasil kolaborasi dengan berbagai pihak, diharapkannya bisa menjadikan Kampung Caping semakin berkembang. "Sehingga Kampung Caping sebagai destinasi wisata baru berbasis budaya kearifan lokal bisa terwujud," ujarnya usai syukuran teras apung di Kampung Caping, Sabtu (20/3/2021).
Edi yakin apabila kawasan di Kampung Caping ini dikemas dalam bentuk paket wisata termasuk kuliner dengan makan saprahan secara terapung, akan menjadi hal yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke sana. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, lanjut dia, akan memberikan dukungan dan bantuan, baik infrastruktur berupa rumah budaya maupun bantuan-bantuan lainnya seperti capacity building untuk masyarakat agar masyarakat siap ambil bagian dalam wisata budaya ini. "Ciptakan kampung yang aman, bersih dan kreatif sehingga kampung ini bisa menjadi role model bagi kampung-kampung lainnya," pesannya.
Sementara untuk infrastruktur Kampung Caping ini dinilainya sudah cukup memadai. Hanya nanti akan ada pembongkaran rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Kemudian jalan-jalan lingkungan akan ditingkatkan dan ditambah penghijauan serta kebersihan yang selalu terjaga. Adanya keinginan warga untuk mendapatkan bantuan motor air sebagai angkutan bahan baku pembuatan caping yang ada di Kabupaten Kubu Raya, akan dipertimbangkan oleh Pemkot Pontianak untuk dialokasikan. "Ada pula beberapa warga yang memiliki rumah tua ingin rumahnya untuk direstorasi. Rumah tua itu bentuk bangunan aslinya tetap dipertahankan untuk menjaga nilai historisnya," sebut Edi.
Alamulhudah, Ketua Relawan Kampung Caping menuturkan, para pengrajin caping yang terdiri dari 60 orang pengrajin saat ini sangat membutuhkan sarana transportasi berupa motor air untuk angkutan bahan baku caping berupa daun mengkuang yang hanya ada di pinggiran sungai. Selama ini untuk angkutan bahan baku tersebut mereka terpaksa merogoh uang untuk menyewa motor air. Sehingga para pengrajin berharap adanya bantuan motor air dari Pemkot Pontianak. "Mudah-mudahan apa yang kami usulkan ini bisa diakomodir oleh Bapak Wali Kota," imbuhnya.
Di tengah pandemi, pembuatan caping tetap berjalan meski tak sebanyak kala sebelum pandemi melanda. Bahkan caping yang umumnya dianyam oleh kaum ibu, sekarang juga mulai digeluti oleh kaum pria lantaran sebagian mereka ada yang sudah tidak bekerja lagi akibat dampak pandemi Covid-19. Pembuatan caping ini sedikit banyak cukup membantu dalam menunjang perekonomian warga di kampung itu. "Caping ini dijual di toko-toko di pasar tengah untuk kemudian dijual kembali kepada masyarakat di pedalaman yang banyak menggunakan caping," ungkapnya.
Alamulhudah menjelaskan, dalam satu bulan, bahan baku daun mengkuang yang dibutuhkan para pengrajin caping total sebanyak 600 ikat. Dengan asumsi, satu pengrajin masing-masing 10 ikat. Pembuatan caping harus selesai dalam waktu sepekan. Dalam sepekan, mereka bisa menghasilkan masing-masing Rp400 ribu hingga Rp500 ribu. Harga caping kisaran Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per buah. Sementara harga jual per kodi (20 buah) kisaran Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. "Tergantung masing-masing ukuran caping," jelasnya.
Sementara itu, bersama para relawan yang ada di kampung ini, dirinya menginisiasi untuk membuat teras apung dengan swadaya gotong royong masyarakat. Keberadaan teras apung ini bersifat multifungsi, artinya bisa digunakan untuk berbagai aktivitas warga sekitar. Kebetulan di Kampung Caping ini ada Rumah Ide yang terdapat perpustakaan. Sehingga anak-anak yang ingin membaca, bilamana ruang yang ada tidak mencukupi, mereka bisa memanfaatkan teras apung ini. Kemudian teras apung ini juga bisa digunakan bagi mereka yang ingin menikmati kuliner yang dijajakan di sekitar kawasan. "Teras apung juga berfungsi sebagai tempat menggelar rapat warga sekitar," terangnya. (prokopim)
Resmikan Rumah Produksi Tenun, Bahasan Harap Dongkrak Ekonomi Warga
Resmikan Rumah Produksi Tenun, Bahasan Harap Dongkrak Ekonomi Warga
Kampung Tenun Khatulistiwa Miliki Rumah Produksi
PONTIANAK - Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan meresmikan rumah produksi tenun di Kampung Tenun Khatulistiwa yang berlokasi di Gang Sambas Jaya Kelurahan Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara. Kehadiran rumah produksi tenun ini merupakan bagian kolaborasi dan sinergitas Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak dan masyarakat khususnya di Pontianak Utara dalam mengembangkan kampung tenun menjadi destinasi wisata melalui produk-produk lokal unggulan. "Kami berharap adanya rumah produksi tenun Khatulistiwa ini tak hanya menjadi ikon khas Kota Pontianak tetapi juga dapat mendorong perekonomian warga setempat," ungkapnya usai meresmikan Rumah Produksi tenun, Senin (15/3/2021).
Ia menambahkan, adanya rumah produksi tenun ini diharapkan bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan luar untuk berkunjung ke Kampung Wisata Tenun Khatulistiwa. Selain itu pula dapat memberikan dampak bagi masyarakat sekitar dengan meningkatnya pendapatan mereka. "Sebagai penopang ekonomi di tengah pandemi Covid-19," kata Bahasan.
Diresmikannya rumah produksi tenun ini juga merupakan pengembangan dan pembinaan yang dilakukan Pemkot Pontianak berkolaborasi dengan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dari pemerintah pusat. Di samping itu, kerjasama dengan melibatkan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta lainnya juga dilakukan untuk menunjang sarana prasarana di rumah produksi tenun Khatulistiwa. "Apalagi tadi kami diberitahu kalau ada beberapa perusahaan swasta yang memberikan pelatihan bagi penenun melalui program Corporate Social Responsibility (CSR)-nya," terangnya.
Ketua Lembaga Pengelola Kampung Wisata Tenun Khatulistiwa, Agus Sarwoko mengatakan, dengan diresmikannya rumah produksi tenun ini melengkapi infrastruktur yang dimiliki oleh kampung tenun sebagai kampung wisata sehingg semakin layak untuk dikunjungi para wisatawan, bukan hanya domestik bahkan dari mancanegara. "Sebelum pandemi, wisatawan dari negara Malaysia, Brunei Darussalam datang ke Kampung Tenun, baik untuk melihat produksi tenun hingga berbelanja," tuturnya.
Kampung tenun yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya, tidak terlepas dari peran serta semua pihak, baik dari pemerintah, BUMN/BUMD, swasta dan lainnya. Sejak dibentuknya kampung tenun ini, ada peningkatan penghidupan masyarakat yang berbasis komunitas ini. "Perekonomian masyarakat mulai meningkat dengan adanya kampung tenun Khatulistiwa ini," pungkasnya. (prokopim)