,
menampilkan: hasil
Pemkot akan Revisi Aturan Jam Operasional Angkutan Berat
PONTIANAK - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak berencana merevisi Peraturan Wali Kota (Perwa) Nomor 48 Tahun 2016 tentang jam operasional kendaraan angkutan berat. Revisi ini dilakukan sebagai langkah penyesuaian terhadap meningkatnya volume kendaraan dan kebutuhan distribusi logistik, terutama barang pokok dan kebutuhan masyarakat di Kota Pontianak serta wilayah Kalimantan Barat (Kalbar).
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, pembahasan revisi tersebut dilakukan dalam rapat koordinasi bersama sejumlah pihak terkait, antara lain asosiasi angkutan ALFI, ILFA, Asperindo, Aptrindo, KSOP, serta jajaran Dirlantas Polda Kalbar, Kapolresta Pontianak, Denpom AL-AD, dan Dinas Perhubungan Provinsi serta Kota Pontianak.
“Jam operasional ini penting karena berhubungan langsung dengan kelancaran distribusi barang, terutama sandang dan pangan yang berdampak pada perekonomian daerah,” ujarnya usai memimpin rapat koordinasi pembahasan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Pontianak di Ruang Rapat Kantor Wali Kota, Selasa (7/10/2025).
Selain membahas revisi aturan, rapat juga mengevaluasi kondisi transportasi angkutan berat seperti trailer, kontainer, dan truk yang beroperasi di wilayah Kota Pontianak, termasuk masalah antrean panjang kendaraan di SPBU yang kerap menyebabkan kemacetan.
Dari hasil pembahasan, Pemkot meminta asosiasi angkutan agar mengimbau para pemilik kendaraan untuk memastikan armadanya layak jalan, mulai dari kelengkapan rambu kendaraan, kondisi ban, pengaman kolong, hingga aspek keselamatan lainnya.
Pemkot Pontianak juga akan menertibkan titik-titik parkir kendaraan berat yang dianggap mengganggu arus lalu lintas. Menurut Edi, lahan parkir di Pontianak sangat terbatas sehingga tidak memungkinkan adanya parkir liar di tepi jalan.
Terkait antrean di SPBU, Pemkot akan berkoordinasi dengan Pertamina, BPH Migas, serta pengelola SPBU untuk mengatur jam pelayanan agar tidak menimbulkan kemacetan dan potensi kecelakaan.
“Supir-supir angkutan juga akan terus kami pantau. Kami akan melakukan razia secara berkala untuk memastikan ketertiban, kecepatan, serta pengetahuan mereka terhadap aturan lalu lintas,” jelas Edi.
Lebih lanjut, Edi menekankan bahwa faktor keselamatan dan keamanan di jalan raya sangat bergantung pada perilaku pengendara itu sendiri.
“Faktor penentu utama keselamatan di jalan adalah manusianya. Kalau semua taat aturan, disiplin, sabar dan memiliki kelengkapan seperti SIM serta perlengkapan kendaraan yang dipersyaratkan, tentu akan aman di jalan,” ujarnya.
Menurutnya, banyak kecelakaan terjadi bukan karena kondisi jalan atau kendaraan, melainkan akibat kelalaian pengemudi.
“Masalahnya, kadang pengendara tidak sabar, buru-buru, dan lengah. Sekarang sering juga kita temukan pengemudi yang sambil menggunakan ponsel, bukan hanya menelepon, tapi juga berkirim pesan melalui WhatsApp. Hal-hal seperti ini tanpa disadari bisa menjadi penyebab kecelakaan di jalan raya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Pontianak Yuli Trisna Ibrahim menegaskan bahwa evaluasi terhadap Perwa Nomor 48 Tahun 2016 memang sudah mendesak dilakukan. Pasalnya, aturan tersebut sudah berlaku hampir satu dekade tanpa penyesuaian terhadap dinamika transportasi kota yang terus berkembang.
“Tadi dalam forum, semua saran dan masukan kami akomodasi. Perwa Nomor 48 Tahun 2016 ini sudah hampir 10 tahun, jadi memang sudah waktunya dievaluasi,” katanya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data Korlantas, jumlah kendaraan di Kota Pontianak kini mencapai sekitar 926 ribu unit, dengan pertumbuhan kendaraan roda dua mencapai 3.000 unit per bulan. “Hampir 70 persen kendaraan di Kalbar itu ada di Kota Pontianak. Sementara pertumbuhan jalan tidak bertambah, karena lahan terbatas dan tidak bisa dilebarkan,” jelasnya.
Menurut Trisna,kondisi tersebut menuntut adanya pengaturan baru agar lalu lintas tetap tertib tanpa menghambat aktivitas ekonomi.
“Kita tidak bisa mengabaikan peran pengusaha transportasi, karena mereka berkontribusi besar dalam distribusi sandang dan pangan. Kalau distribusi tidak lancar, dampaknya bisa luas,” pungkasnya. (prokopim)
Pemkot Sosialisasikan Perpres 72/2025, Pastikan Penggunaan APBD Sesuai Aturan
PONTIANAK – Berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2025 tentang Standar Harga Satuan Regional (SHSR) menjadi pedoman penting bagi pemerintah daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara efisien, transparan dan akuntabel. 
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menerangkan, aturan ini juga menjadi acuan baru dalam menetapkan harga satuan barang dan jasa berdasarkan kondisi dan tingkat kemahalan regional.
“Dengan adanya standar harga satuan regional ini, kita memiliki batasan dan pedoman yang jelas dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Hal ini untuk menghindari pemborosan sekaligus memastikan penggunaan anggaran daerah berjalan secara wajar dan sesuai aturan,” ujarnya usai membuka Sosialisasi Perpres Nomor 72 Tahun 2025 tentang SHSR yang digelar di Aula Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Kantor Wali Kota, Selasa (7/10/2025).
Dalam sosialisasi yang diikuti oleh para pejabat perangkat daerah, bendahara dan pejabat pengelola keuangan di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak ini, Edi menjelaskan bahwa Perpres tersebut menggantikan Perpres Nomor 33 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 53 Tahun 2023.
“Di dalamnya, diatur lima komponen utama, yakni honorarium, biaya perjalanan dinas dalam negeri, biaya rapat atau pertemuan, pengadaan kendaraan dinas dan pemeliharaan,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kepala daerah memiliki kewajiban menetapkan standar harga satuan di wilayah masing-masing dengan memperhatikan efisiensi, efektivitas, kepatutan, dan kewajaran.
“Dengan pedoman ini, kita ingin pengelolaan keuangan daerah semakin transparan dan profesional,” tambahnya.
Edi berharap melalui kegiatan ini, seluruh perangkat daerah dapat memahami dan menerapkan ketentuan dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2025 secara tepat.
“Kita ingin setiap rupiah dalam APBD memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat Pontianak,” pungkasnya.
Sosialisasi ini juga membahas ketentuan teknis penerapan SHSR, termasuk batas tertinggi harga yang tidak boleh dilampaui, serta kondisi tertentu di mana biaya dapat disesuaikan dengan harga pasar. Selain itu, para peserta mendapatkan penjelasan mengenai evaluasi penerapan SHSR yang akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri setiap tiga tahun. (prokopim)
Pontianak Bersahabat dengan Alam dan Warganya, Menuju Pembangunan Hijau
Wali Kota Paparkan Arah Pembangunan 2025–2029
PONTIANAK – Sungai Kapuas yang membelah Pontianak bukan sekadar bentang alam, melainkan wajah dan identitas kota. Sebagai wajah kota, Pontianak lahir dan tumbuh bersama sungai. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono bilang Sungai Kapuas menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat Pontianak.
“Dulu transportasi utama adalah sungai dan parit. Rumah panggung, pelabuhan, dan perdagangan semua bermula dari tepi sungai. Kini waktunya kita menjadikan Sungai Kapuas sebagai wajah kota,” ucapnya usai membuka Workshop Mendorong Aksi Kolaborasi untuk Mewujudkan Ketangguhan Sosial-ekologis dan Kebahagiaan Warga di Kawasan Tepian Sungai Kapuas di Aula Muis Amin BAPPERIDA Kota Pontianak, Kamis (2/10/2025).
Edi mengingatkan, pada 1970-an sekitar 80 persen kawasan Pontianak masih berupa daerah genangan. Kondisi ini menyebabkan air masuk ke rumah saat air pasang.
“Kalau air pasang, masuk ke rumah panggung. Kalau surut, ya surut. Itu kehidupan sehari-hari. Setelah 1990-an kita mulai meninggikan halaman dan jalan, tapi persoalan genangan tetap ada,” jelasnya.
Sejak 2000-an, Pemkot mulai mendorong agar sungai kembali menjadi bagian depan kota, bukan belakangnya. Namun, menurut Edi, pembangunan infrastruktur di bantaran sungai memerlukan biaya besar.
“Fondasi saja lebih mahal daripada bangunannya,” ujarnya.
Karena itu, penataan kawasan tepian sungai ia sebut sebagai prioritas. Dukungan pemerintah pusat, akademisi, peneliti, dan komunitas sipil sangat dibutuhkan.
“Ada pelabuhan di Dwikora, kawasan perdagangan seperti Pasar Tengah, hingga permukiman di Bansir, Kampung Bangka, Serasan, Tambelan Sampit, Dalam Bugis, sampai sebagian wilayah utara. Waterfront Senghie sampai Kamboja memang memberi dampak ekonomi, tapi sebagian justru dinikmati pendatang. Tantangan kita menata permukiman tanpa menghilangkan karakter lokal masyarakat sungai,” paparnya.
Edi menekankan wajah Pontianak ke depan harus ramah lingkungan, inklusif, tumbuh tanpa meninggalkan siapa pun, dan maju tanpa mengorbankan lingkungan.
“Inilah cita-cita bersama dalam RPJMD 2025–2029,” tegasnya.
Menurutnya, tahun 2026 akan menjadi momentum penting untuk mengonsolidasikan kebijakan pembangunan hijau, mulai dari regulasi infrastruktur ramah lingkungan, transportasi publik, energi baru terbarukan, hingga kebijakan resiliensi bencana.
“Tantangan besar menunggu: urbanisasi menekan lahan, iklim memicu risiko banjir, ruang terbuka publik semakin terbatas. Tapi dengan strategi tepat, Pontianak bisa menjawab itu semua,” katanya.
Sejumlah program konkret telah disiapkan. Revitalisasi tepian Sungai Kapuas dirancang menjadi ruang publik terbuka untuk semua kalangan.
“Pemkot juga menyiapkan TPA Terpadu Batu Layang sebagai pusat pengelolaan sampah modern, serta memperbaiki sanitasi melalui Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat yang ditargetkan melayani 16.500 sambungan rumah hingga 2030,” sambungnya.
Kualitas air Sungai Kapuas juga mendapat perhatian serius. Saat musim hujan, air berubah merah akibat larutan gambut.
“Kapuas adalah sumber utama air baku PDAM. Produksi air bersih di Pontianak lebih mahal dibanding daerah pegunungan di Jawa. Menjaga Kapuas berarti menjaga kehidupan,” ujar Edi.
Selain itu, pemerataan akses air bersih, pendidikan, kesehatan, hingga perumahan terus diupayakan. Program quick wins juga mendorong UMKM lewat fasilitas Rumah Packaging gratis.
“Pertumbuhan ekonomi berbasis jasa tidak boleh hanya dinikmati sebagian, tapi harus dirasakan semua warga,” tambahnya.
Edi menegaskan, partisipasi masyarakat menjadi kunci pembangunan. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) rutin digelar dengan melibatkan anak-anak, perempuan, pemuda, hingga kelompok disabilitas.
“Kita juga pacu digitalisasi layanan publik agar lebih cepat, transparan, dan merata. Kota ini bukan hanya dibangun pemerintah, tapi oleh semua,” paparnya.
Ia mengajak warga untuk ikut berkontribusi dengan bersahabat pada alam.
“Pontianak adalah rumah sekaligus sahabat bagi kita semua. Bersahabat dengan alam, bersahabat dengan warganya, dan bersahabat dengan masa depan,” pungkasnya. (kominfo/prokopim)
Diskominfo Sosialisasikan Perda Tibum dan Perwa Jam Malam Anak
PONTIANAK – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Pontianak menggelar Sosialisasi Kebijakan Pemerintah Daerah (SIPEDE) kepada puluhan anak dan remaja. Kegiatan ini membahas Peraturan Daerah (Perda) Kota Pontianak Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Selain itu, turut disampaikan Peraturan Wali Kota (Perwa) Nomor 22 Tahun 2025 tentang Pembatasan Jam Malam Anak di Kota Pontianak.
Kepala Diskominfo Kota Pontianak, Zulkarnain, yang diwakili Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Vivi Salmiarni, menjelaskan bahwa pelaksanaan SIPEDE bekerja sama dengan Komunitas Informasi Masyarakat (KIM) Kampung Batik Kamboje Pontianak Selatan. Forum Anak di Kecamatan Pontianak Selatan turut dilibatkan sebagai peserta sosialisasi. Ia berharap kegiatan ini dapat membantu Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menyampaikan berbagai kebijakan kepada masyarakat, khususnya anak dan remaja.
“SIPEDE juga menjadi wadah komunikasi masyarakat dengan pemerintah terkait penyampaian masukan, saran, dan kebutuhan dari masyarakat,” ungkapnya usai kegiatan, Kamis (25/9/2025).
Dengan fokus pada isu kenakalan remaja, Vivi berharap peserta yang berasal dari kalangan pelajar bisa menjadi agen perubahan dengan menyebarkan pemahaman dan informasi positif di lingkungan mereka. Menurutnya, memahami kebijakan pemerintah daerah akan memudahkan anak-anak memengaruhi teman sebaya dengan hal-hal yang bermanfaat.
“Melalui kegiatan ini, peserta dapat memahami lebih baik kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan kenakalan remaja. Sehingga mereka bisa menjadi agen perubahan positif yang memberikan informasi kepada orang-orang di sekitarnya,” tegasnya.
Syarifah Aryana Kaswamayana, narasumber dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Kalimantan Barat, menuturkan bahwa kenakalan remaja perlu dicegah dengan membuka ruang diskusi antara orang tua dan anak, bukan sekadar intervensi. Dengan pendekatan safe guarding, semua pihak harus berupaya melindungi anak, remaja, serta kelompok rentan dari berbagai bentuk bahaya.
“Kita harus fokus pada pencegahan, perlindungan, pemulihan, serta partisipasi anak. Penyelesaian ini adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait,” terang Aryana.
Sementara itu, Syarifah Welly, Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Kota Pontianak, memastikan bahwa penegakan Perda dan Perwa tersebut sudah berjalan dengan baik. Menurutnya, penindakan dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik preemtif, preventif, maupun represif.
“Satpol PP Kota Pontianak sudah melakukan patroli dan pengawasan terkait penegakan peraturan, khususnya mengenai kenakalan remaja. Kami berharap ke depan kasus kenakalan remaja dan pelanggaran Perda maupun Perwa bisa semakin minim, bahkan tidak ada,” pungkasnya. (kominfo)
 
			