,
menampilkan: hasil
Revisi RTRW Kota Pontianak Selaraskan Permendagri 52 Tahun 2020
PUPR Gelar Seminar Tata Ruang Kota Pontianak
PONTIANAK - Untuk menyelaraskan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kota Pontianak dengan Kabupaten Kubu Raya, Penjabat (Pj) Wali Kota Pontianak Edi Suryanto menyatakan, perlu dilakukan revisi terhadap Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak.
"Nah, untuk menyikapi itu, ada sebagian RTRW yang memang harus direvisi," ujarnya usai membuka Seminar Tata Ruang Kota Pontianak dalam rangka memperingati Hari Tata Ruang Nasional di Hotel Ibis Pontianak, Selasa (19/11/2024).
Melalui seminar yang mengangkat tema 'Tata Ruang Kota Pontianak Tempo Dulu, Sekarang dan Masa Depan Menuju Pembangunan Berkelanjutan', Edi berharap ada masukan-masukan dan saran dari semua stakeholder maupun pihak terkait mengenai tata ruang di Kota Pontianak. Oleh sebab itu, dalam seminar ini keterlibatan para ahli dan berbagai pihak yang berkepentingan dibutuhkan sebagai bagian dari konsultasi publik dalam menyusun RTRW.
"Termasuk kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat, kemudian pemerhati lingkungan itu yang paling utama. Di samping juga pengusaha-pengusaha, jangan sampai membangun semau-maunya tanpa memikirkan kepentingan lingkungan maupun kebutuhan masyarakat," tegasnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pontianak Firayanta menjelaskan, seminar yang digelar dalam rangka Hari Tata Ruang Nasional 2024 ini dikaitkan dengan revisi RTRW Kota Pontianak.
"Nah, jadi melalui seminar ini diharapkan ada masukan sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Pj Wali Kota, supaya ada rumusan untuk bagaimana rumusan tata ruang ke depan itu bisa diterima oleh berbagai pihak," terangnya.
Dalam revisi RTRW ini, juga memperhatikan berbagai kepentingan, baik dari sisi pemerintahan, pengusaha dan pemerhati lingkungan. Dari berbagai kepentingan itu, bagaimana mengakomodir dalam tata ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Prinsip utama berkelanjutan yakni mempertahankan kualitas hidup bagi seluruh manusia pada masa sekarang dan masa depan secara berkelanjutan.
"Pembangunan berkelanjutan dilaksanakan dengan prinsip kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial dan pelestarian lingkungan," pungkasnya. (prokopim)
Tingkatkan Upaya Mitigasi Banjir melalui Pemodelan Risiko Banjir
PONTIANAK - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak terus memperkuat mitigasi dalam menghadapi ancaman banjir. Kondisi topografi kota yang rentan terhadap banjir serta dampak perubahan iklim yang makin terlihat, membuat Pemkot bergerak cepat.
Kepala Bappeda Kota Pontianak, Sidig Handanu mengatakan ada tiga bencana yang terjadi di Pontianak, yakni banjir, kebakaran lahan, dan puting beliung. Di lapangan pun terjadi kondisi yang kontradiktif. Ketika hujan datang dengan intensitas tinggi, genangan muncul. Namun di saat hujan tak turun hingga sepekan lebih, kebakaran lahan mengancam.
"Hasil lokakarya ini diharapkan jadi solusi atau langkah dalam rangka mitigasi bencana banjir di Pontianak," katanya ketika membuka lokakarya 'Mengubah Risiko Menjadi Ketahanan melalui Pemodelan Risiko Banjir untuk Kota Pontianak' di Hotel Orchadz Pontianak, Rabu (13/11/2024).
Lokakarya tersebut merupakan bagian dari proyek FINCAPES di Indonesia, yang menggandeng Universitas Syiah Kuala. Agenda ini melibatkan akademisi, pemerintah, praktisi, dan masyarakat sipil. Sebelumnya, tim Departemen Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala sudah meneliti banjir Pontianak sejak Juli 2024 lalu.
Sidig Handanu mengatakan saat ini Pontianak telah memiliki Rencana Aksi Iklim yang di dalamnya turut memetakan wilayah rentan bencana. Hasil lokakarya diharapkan dapat dielaborasikan untuk menghasilkan masterplan yang implementatif. Apalagi saat ini Pemkot tengah mengusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
"Kami yakin untuk mengatasi ini perlu dukungan dari kabupaten/kota lain dan Pemprov Kalbar. Karena posisi Pontianak diapit wilayah lain yang lebih luas," katanya.
Melalui data dan temuan baru dari studi ini, Sidig berharap adanya landasan kuat bagi kebijakan tata ruang, investasi infrastruktur, dan kesiapsiagaan bencana.
"Hasil dari studi ini tidak boleh hanya berhenti pada angka atau laporan semata. Kami berharap data ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan yang benar-benar berdaya guna untuk menekan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir, terutama bagi kelompok rentan," ujar Sidig.
Ia juga menyampaikan bahwa lokakarya ini menjadi ruang penting untuk menyatukan pandangan antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil. Melalui diskusi yang ada, Sidig berharap terciptanya sinergi yang lebih kuat dalam menghadapi risiko banjir di Pontianak.
Lokakarya ini juga mengupas berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengintegrasikan data ilmiah ke dalam kebijakan berbasis bukti. Selain itu, lokakarya tersebut juga menyentuh pentingnya melibatkan kelompok rentan dalam skenario risiko banjir yang lebih responsif gender.
"Dengan adanya kegiatan ini, kami berharap dapat memperkuat langkah mitigasi banjir yang lebih terarah dan berdampak nyata bagi masyarakat Pontianak," ujar Sidig Handanu. ( Sumber : bappeda_pontianak)
Fokus Entaskan Kawasan Kumuh Tepian Sungai, FGD Bahas GSS
PONTIANAK - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak berkomitmen dalam mengentaskan kawasan kumuh di Kota Pontianak, terutama yang berada di tepian Sungai Kapuas. Namun dalam penataan kawasan kumuh, masih ditemukan berbagai kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah saat Kota Pontianak mengusulkan Dana Alokasi Khusus Terintegrasi (DAKIN) ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menata kawasan kumuh di tepian Sungai Kapuas, tepatnya di Gang Mendawai Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak Tenggara, ditolak karena gagal dalam proses konsolidasi tanah sebagai persyaratan pengusulan DAKIN.
Berkaca dari kegagalan tersebut, Pemkot Pontianak melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Pontianak menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait Garis Sempadan Sungai (GSS) dan pengurangan kawasan kumuh di Kota Pontianak di Hotel Harris Pontianak, Kamis (31/10/2024).
Penjabat (Pj) Wali Kota Pontianak Ani Sofian menerangkan, salah satu faktor utama gagalnya usulan DAKIN karena sebagian rumah-rumah warga yang terkena Garis Sempadan Sungai (GSS) tidak dapat menunjukkan sertifikat tanahnya. Menurutnya, polemik di lapangan terjadi ketika menentukan patok GSS yang berbeda-beda persepsi, baik dari ketidakjelasan gambar di Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) maupun hasil pengukuran dan pematokan ulang yang dilakukan oleh pihak Balai Wilayah Sungai Kalimantan (BWSK) I.
“Keadaan ini bila tidak disesuaikan dan tidak ditindaklanjuti secara jelas maka upaya pengentasan kawasan kumuh di tepian sungai sulit terealisasi. Oleh karenanya, butuh komitmen dari semua pihak untuk mengentaskan kawasan kumuh tepian sungai,” ujarnya.
Belajar dari daerah lain atau dari luar negeri, pembangunan infrastruktur terlihat dapat dilaksanakan secara luas dan akomodatif yang terkesan lebih banyak kompromi dalam aturan dan pengaturannya. Oleh karena itu pengentasan kawasan kumuh diperlukan upaya dari berbagai pihak dalam aturan kebijakan agar menghasilkan win-win solution antara pembuat kebijakan dan masyarakat.
“Pemkot Pontianak tetap berupaya mengentaskan permukiman kumuh hingga nol, namun upaya ini menghadapi tantangan dan hambatan di lapangan, baik dari segi sosial kondisi alam, anggaran dan peraturan yang ada,” tutur Ani Sofian.
Dia berharap, melalui forum ini seluruh peserta yang hadir bisa saling bertukar pikiran, untuk menyamakan persepsi dan dapat menemukan solusi yang sinergis antara penetapan GSS dan penanganan kawasan kumuh dengan pendekatan yang holistik dan melibatkan semua pemangku kepentingan.
“Kita bisa menciptakan rancangan tindak penerapan GSS yang berkelanjutan. Hasil diskusi dan rekomendasi terbaik bila perlu akan kita sampaikan kepada pemerintah pusat yaitu ke Bappenas, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman agar menjadi pertimbangan atau pengaturan khusus terutama untuk penanganan permukiman di sepanjang tepian sungai” sebut Ani Sofian.
Ketua Panitia FGD Alfri memaparkan, latar belakang digelarnya forum diskusi ini adalah sebagai upaya untuk mengentaskan permukiman kumuh menjadi nol atau nihil. Untuk penataan kawasan kumuh tepian Sungai Kapuas, GSS menjadi titik mula dalam menangani kawasan kumuh tepian sungai.
“Banyak tantangan dan hambatan di lapangan yang dihadapi, baik dari segi sosial, kondisi alam, anggaran dan peraturan yang ada, khususnya pada kawasan kumuh di tepian sungai,”ungkapnya.
Alfri menyebut, kegagalan dalam pengusulan DAKIN ke Bappenas, untuk penanganan kawasan kumuh Gang Mendawai Kelurahan Bansir Laut disebabkan beberapa faktor, antara lain tentang penerapan GSS yang membingungkan. Di satu sisi, pihaknya ingin menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan percontohan dengan muatan heritage, sekaligus menangani permukiman kumuh hingga tuntas. Namun di sisi lain, penerapan GSS dengan patok yang belum jelas berakibat sejumlah rumah warga tidak dapat diberikan sertifikasi tanah melalui program konsolidasi tanah yang diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kota Pontianak.
“Dan ini menjadi salah satu sebab penolakan warga terhadap upaya penataan kawasan dimaksud. Akibat dari tidak lengkapnya persyaratan readiness kriteria yang ditetapkan oleh Bappenas, usulan DAKIN ditolak,” terang dia.
Selaku penyelenggara FGD, dirinya mengajak semua peserta untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi ini. Pertama, membahas bagaimana seharusnya penerapan GSS di permukiman tepian sungai, khususnya kawasan kumuh. Terlebih jika dimaksudkan untuk atau sebagai kawasan heritage.
“Kedua, menjadikan aturan yang tidak lagi abu-abu dalam penerapannya. Sehingga begitu akan dilaksanakan di lapangan, kita telah mempunyai patokan dan rambu yang jelas terkait penerapan GSS,” tegasnya.
Dalam FGD ini, pihaknya menghadirkan empat orang narasumber dengan latar belakang disiplin ilmunya masing-masing. Tujuannya, agar dapat mengetahui persepsi dari masing-masing keilmuan yang terkait dengan pengaturan GSS ini. Melalui forum ini pula, diharapkan dapat menyamakan persepsi tentang bagaimana ke depannya mengatur GSS agar tidak selalu menjadi polemik.
“Dan diharapkan penanganan kumuh atau penataan kawasan tepian sungai menjadi lebih baik sebagaimana yang kita harapkan,” tutupnya. (prokopim)
Penataan Reklame Jaga Estetika Kota
PONTIANAK - Penataan reklame ikut menjadi perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Penjabat (Pj) Wali Kota Pontianak Ani Sofian menerangkan, seiring dengan perkembangan perekonomian di Kota Pontianak berdampak pada banyaknya permohonan pemasangan titik reklame sebagai alat pendukung di dalam pemasaran produk. Hal ini tentunya akan meningkatkan perekonomian.
Selain itu, Kota Pontianak sebagai kota perdagangan dan jasa, perkembangannya tidak terlepas dari berbagai aspek antara dinamika kegiatan ekonomi dan peran Pemkot Pontianak.
"Pertumbuhan perekonomian Kota Pontianak saat ini di atas 4 persen, boleh dikatakan bahwa ekonomi di Kota Pontianak sedang berkembang," ujarnya saat membuka Sosialisasi Kebijakan dan Peraturan Penyelenggara Reklame di Hotel Ibis, Selasa (22/10/2024).
Ia menambahkan, penataan ini dilakukan karena memperhatikan jumlah reklame yang terdapat di Kota Pontianak lebih dari 1.000 reklame. Sepanjang tahun anggaran 2023 - 2024 sebanyak 236 persetujuan titik reklame dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) reklame telah diterbitkan.
"Penataan reklame ini bertujuan untuk menjadikan Kota Pontianak yang tertata, aman, nyaman dan berkelanjutan," ungkapnya.
Menurutnya, sosialisasi ini penting agar semua pihak memahami aturan yang berlaku terkait penataan reklame di Kota Pontianak. Penyelenggaraan reklame yang tidak tertib dapat berdampak negatif pada estetika kota, keselamatan publik dan tata ruang.
“Dengan adanya peraturan yang jelas dan komitmen bersama, kita berharap semua pihak mematuhinya,” tuturnya. (prokopim)