,
menampilkan: hasil
Pembelajaran Tatap Muka di Kelas Bisa Diikuti Siswa dari Rumah
Kegiatan Belajar Mengajar Disiarkan secara Online
PONTIANAK - Meskipun belum secara keseluruhan, proses pembelajaran tatap muka di kelas untuk tingkat SD dan SMP di Kota Pontianak masih berjalan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Siswa yang hadir juga dibatasi jumlahnya. Kegiatan pembelajaran di kelas juga disiarkan secara daring atau online melalui perangkat agar bisa diikuti siswa yang memilih belajar dari rumah. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menjelaskan, pembelajaran tatap muka di kelas tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang hadir di kelas saja, tetapi juga siswa yang belajar dari rumah secara realtime melalui perangkat pintar. "Sehingga apa yang dipelajari siswa yang hadir di kelas juga bisa diikuti oleh siswa lainnya yang belajar dari rumah," ujarnya, Senin (22/3/2021).
Dengan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran, baik di sekolah maupun dari rumah, diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Terhadap siswa dan guru yang mengikuti pembelajaran tatap muka, diminta untuk dilakukan tes rapid antigen dan uji swab. Penerapan protokol kesehatan di sekolah juga diberlakukan secara ketat hingga screening terhadap keluarga siswa dan guru. Apabila ada siswa atau guru yang dalam kondisi tidak sehat, maka tidak diperbolehkan untuk hadir di sekolah. "Misalnya ada siswa atau guru yang dalam kondisi tidak enak badan, kita minta untuk tidak ke sekolah dulu, istirahat di rumah saja," ungkapnya.
Terkait perkembangan kasus Covid-19 di Kota Pontianak, indikatornya bisa dilihat dari tingkat hunian fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas maupun fasilitas karantina pasien Covid-19. "Untuk saat ini saja ketersediaan tempat tidur di rumah sakit masih bisa menampung pasien," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga gencar memonitor kluster-kluster baru yang dikuatirkan menjadi penyebab terjadinya lonjakan kasus. Sementara program vaksinasi Covid-19 di Kota Pontianak kini sudah mencapai 90 persen. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan tingginya antusias masyarakat. "Kita harapkan program vaksinsi ini bisa selesai lebih cepat dari yang direncanakan," sebutnya.
Program vaksinasi Covid-19 saat ini masih memprioritaskan lansia dan aparatur pelayanan publik. Setelah semuanya tuntas, baru kemudian menyasar kalangan masyarakat umum. Masyarakat yang akan mendapatkan vaksin diprioritaskan bagi mereka yang rentan seperti pedagang, rumah makan, warung kopi, juru parkir dan lainnya. "Mereka yang dominan berada di luar dan sering kontak erat dengan banyak orang," pungkasnya. (prokopim)
Telur Berdiri Tegak Tandai Kulminasi Matahari di Pontianak
Kulminasi Matahari Diusulkan Jadi Event Nasional
PONTIANAK - Detik-detik jelang matahari tepat berada di atas garis Khatulistiwa ditandai dengan mendirikan telur-telur secara tegak di kawasan Tugu Khatulistiwa oleh beberapa tamu undangan yang hadir pada Pesona Kulminasi Matahari. Telur-telur berdiri tegak dan tanpa bayangan menjadi sebuah fenomena alam yang terjadi setiap dua kali dalam setahun. Setiap tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September di Pontianak dikenal juga dengan sebutan hari tanpa bayangan.
Momen Kulminasi Matahari tahun ini digelar secara terbatas. Di tengah pandemi, event ini digelar di Tugu Khatulistiwa secara terbatas dan virtual yang dapat disaksikan masyarakat secara live streaming. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menjelaskan, tahun 2020 lalu pihaknya memang meniadakan peringatan kulminasi matahari lantaran kala itu pandemi Covid-19 tengah memuncak. Tahun ini, momen langka ini digelar secara terbatas. "Masyarakat bisa ikut menyaksikan fenomena alam ini secara virtual karena disiarkan secara langsung melalui streaming," ujarnya usai menyaksikan detik-detik matahari berkulminasi di Tugu Khatulistiwa, Minggu (21/3/2021).
Uniknya, hanya Pontianak yang dilewati garis Khatulistiwa tepat di wilayah kota. Di daerah maupun belahan dunia lain, garis Khatulistiwa tidak ada yang melewati persis di wilayah perkotaan. "Konon katanya apabila kita berada tepat di garis khatulistiwa saat fenomena kulminasi matahari maka akan awet muda," kata Edi.
Tugu Khatulistiwa dahulu didirikan oleh astronom dari Belanda. Namun pada tahun 2019 lalu, pihaknya mengundang ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk melakukan penelitian posisi tepat garis khatulistiwa. "Hasilnya ternyata yang paling tepat berada pada bangunan bola dunia yang ada di kawasan Tugu khatulistiwa," ungkapnya.
Edi berharap Tugu Khatulistiwa dengan fenomena alamnya ini tetap menjadi hal yang luar biasa, tidak hanya bagi Kota Pontianak saja tetapi juga Indonesia. Dia yakin apabila kawasan ini dikelola dengan baik, maka Tugu Khatulistiwa menjadi daya pikat bagi wisatawan yang berkunjung. "Sehingga Tugu Khatulistiwa menjadi bagian dari destinasi unggulan di Provinsi Kalimantan Barat," tuturnya.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Kalbar, Windy Prihastari menuturkan, meskipun masih dihadapkan dengan kondisi pandemi Covid-19, namun bukan berarti semangat untuk mendongkrak sektor pariwisata mengendor. Pandemi Covid-19 mengajarkan banyak orang untuk memperbanyak inovasi dan kreativitas dalam menggelar event-event. Termasuk salah satunya event pesona titik kulminasi dengan metode hybrid yakni penggabungan offline dan virtual. "Sehingga kita tetap bisa melaksanakan event ini dengan sangat ketat menerapkan protokol kesehatan," sebutnya.
Menurutnya, festival titik kulminasi sudah diusulkan untuk menjadi event nasional. Saat ini tengah memasuki tahap penjurian kedua untuk masuk dalam event nasional. Penjurian tersebut dilakukan oleh kurator dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Apabila kulminasi matahari di Pontianak ini bisa ditetapkan sebagai event nasional, maka akan menjadi nilai tambah bagi Kota Pontianak khususnya dan Provinsi Kalbar umumnya. "Kita semua harus bangga menjadi warga Provinsi Kalbar khusus Kota Pontianak mempunyai event titik kulminasi yang tidak ada di provinsi lain. Dengan demikian kita bisa memajukan Provinsi Kalbar dan Kota Pontianak," pungkasnya. (prokopim)
Manfaatkan Ampas Kopi Jadi Lukisan
Wali Kota Edi Kamtono Apresiasi Kreativitas Kampung Hijau Bang Jago
PONTIANAK - Beberapa lukisan hasil karya seni warga dengan memanfaatkan ampas kopi menjadi daya tarik bagi siapapun yang melihatnya. Lukisan tersebut menjadi bagian dari kreativitas warga Gang Belibis RW 007 dan 008 Kelurahan Tengah Kecamatan Pontianak Kota yang mendapat apresiasi Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono. Bernamakan Kampung Hijau Bang Jago, warga memanfaatkan lahan yang ada untuk ditanami sayur mayur dan buah-buahan, termasuk memproduksi kerajinan tangan, daur ulang sampah organik dan sebagainya. Ekonomi kreatif di kawasan ini mulai terungkit.
Edi mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 masyarakat didorong untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki. Seperti halnya yang dilakukan warga Kampung Hijau Bang Jago ini. "Dengan potensi warga yang berjiwa seni, cinta tanaman dan lingkungan serta kebersihan, maka terbentuklah Kampung Hijau Bang Jago," ujarnya usai meresmikan Kampung Hijau Bang Jago yang dirangkaikan dengan Festival Kulminasi dan Hari Air Sedunia, Minggu (21/3/2021).
Tanaman produktif yang mengisi kampung tersebut seperti sayur mayur, buah-buahan dan lainnya menjadikan kawasan itu kian hijau. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak mendukung kehadiran kampung hijau ini agar terus produktif. Apalagi di kampung ini juga ada ternak ikan cupang. "Sehingga diharapkan bisa menjadi destinasi produksi dan pengembangan varietas ikan cupang," tutur Edi.
Meskipun pandemi belum juga berakhir, namun menurutnya aktivitas perekonomian mesti tetap berjalan setelah hampir satu tahun dilakukan pembatasan secara ketat. "Dengan catatan segala aktivitas harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19," imbuhnya.
Lurah Tengah, Ade Marheni Dewi menambahkan, cikal bakal penamaan Kampung Hijau Bang Jago ini karena dahulunya dua RW di lokasi tersebut banyak yang jago seni silat. "Selain itu masyarakat sekitar lokasi juga jago dalam hal pertanian walaupun hanya memanfaatkan pekarangan rumah," ungkapnya.
Warga sekitar memanfaatkan limbah rumah tangga, sampah anorganik hingga ampas kopi, menjadi bagian dari karya kerajinan tangan di kampung itu. "Selama ini ampas kopi hanya dibuang, namun di Kampung Bang Jago dimanfaatkan untuk lukisan dan karya lainnya," terang Ade.
Kelurahan Tengah di bawah kepemimpinannya terus melakukan dukungan dari segi pemberdayaan, memfasilitasi dengan OPD serta komunitas yang ada di Kota Pontianak. Ia berharap Kampung Hijau Bang Jago bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan wisata dalam kota. "Jadi tidak perlu jauh-jauh ke kampung lainnya, disini juga bisa menjadi alternatif wisata dalam kota," pungkasnya.
Peresmian Kampung Hijau Bang Jago juga diwarnai dengan berbagai festival, mulai dari Festival Handycraft, Festival Ikan Cupang, Festival Aneka Tanaman dan Festival Jajanan Tradisional. (prokopim)
Tunjang Perekonomian Warga, Kampung Caping Kaya Potensi Wisata
Warga Kampung Caping Bangun Teras Terapung
PONTIANAK - Caping merupakan benda yang tak asing lagi bagi hampir sebagian masyarakat di Indonesia hingga Asia Tenggara. Berbentuk bundar dengan bagian atasnya berkerucut, caping yang terbuat dari daun mengkuang digunakan sebagai tudung peneduh dari terik sinar matahari. Caping banyak digunakan oleh petani, nelayan hingga masyarakat lainnya. Di Pontianak, sentra pembuatan caping berada di tepian Sungai Kapuas, tepatnya di Gang Mendawai Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak Tenggara. Kampung Caping nama tempat itu. Membuat caping menjadi andalan warga sekitar dalam menunjang perekonomiannya.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono melihat langsung aktivitas di Kampung Caping dan berbaur bersama warga sekitar. Melihat anak-anak bermain kano di Sungai Kapuas, ia pun ikut mengayuh sampan diiringi oleh anak-anak dengan kano mereka masing-masing. Usai bersampan bersama anak-anak sekitar, Edi kembali berbaur bersama warga untuk menikmati santap siang dengan saprahan di teras apung yang dibuat secara swadaya oleh warga Kampung Caping.
Ia mengapresiasi inisiatif warga di kampung tersebut yang menyediakan ruang terapung untuk berbagai aktivitas masyarakat. Hasil kolaborasi dengan berbagai pihak, diharapkannya bisa menjadikan Kampung Caping semakin berkembang. "Sehingga Kampung Caping sebagai destinasi wisata baru berbasis budaya kearifan lokal bisa terwujud," ujarnya usai syukuran teras apung di Kampung Caping, Sabtu (20/3/2021).
Edi yakin apabila kawasan di Kampung Caping ini dikemas dalam bentuk paket wisata termasuk kuliner dengan makan saprahan secara terapung, akan menjadi hal yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke sana. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, lanjut dia, akan memberikan dukungan dan bantuan, baik infrastruktur berupa rumah budaya maupun bantuan-bantuan lainnya seperti capacity building untuk masyarakat agar masyarakat siap ambil bagian dalam wisata budaya ini. "Ciptakan kampung yang aman, bersih dan kreatif sehingga kampung ini bisa menjadi role model bagi kampung-kampung lainnya," pesannya.
Sementara untuk infrastruktur Kampung Caping ini dinilainya sudah cukup memadai. Hanya nanti akan ada pembongkaran rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Kemudian jalan-jalan lingkungan akan ditingkatkan dan ditambah penghijauan serta kebersihan yang selalu terjaga. Adanya keinginan warga untuk mendapatkan bantuan motor air sebagai angkutan bahan baku pembuatan caping yang ada di Kabupaten Kubu Raya, akan dipertimbangkan oleh Pemkot Pontianak untuk dialokasikan. "Ada pula beberapa warga yang memiliki rumah tua ingin rumahnya untuk direstorasi. Rumah tua itu bentuk bangunan aslinya tetap dipertahankan untuk menjaga nilai historisnya," sebut Edi.
Alamulhudah, Ketua Relawan Kampung Caping menuturkan, para pengrajin caping yang terdiri dari 60 orang pengrajin saat ini sangat membutuhkan sarana transportasi berupa motor air untuk angkutan bahan baku caping berupa daun mengkuang yang hanya ada di pinggiran sungai. Selama ini untuk angkutan bahan baku tersebut mereka terpaksa merogoh uang untuk menyewa motor air. Sehingga para pengrajin berharap adanya bantuan motor air dari Pemkot Pontianak. "Mudah-mudahan apa yang kami usulkan ini bisa diakomodir oleh Bapak Wali Kota," imbuhnya.
Di tengah pandemi, pembuatan caping tetap berjalan meski tak sebanyak kala sebelum pandemi melanda. Bahkan caping yang umumnya dianyam oleh kaum ibu, sekarang juga mulai digeluti oleh kaum pria lantaran sebagian mereka ada yang sudah tidak bekerja lagi akibat dampak pandemi Covid-19. Pembuatan caping ini sedikit banyak cukup membantu dalam menunjang perekonomian warga di kampung itu. "Caping ini dijual di toko-toko di pasar tengah untuk kemudian dijual kembali kepada masyarakat di pedalaman yang banyak menggunakan caping," ungkapnya.
Alamulhudah menjelaskan, dalam satu bulan, bahan baku daun mengkuang yang dibutuhkan para pengrajin caping total sebanyak 600 ikat. Dengan asumsi, satu pengrajin masing-masing 10 ikat. Pembuatan caping harus selesai dalam waktu sepekan. Dalam sepekan, mereka bisa menghasilkan masing-masing Rp400 ribu hingga Rp500 ribu. Harga caping kisaran Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per buah. Sementara harga jual per kodi (20 buah) kisaran Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. "Tergantung masing-masing ukuran caping," jelasnya.
Sementara itu, bersama para relawan yang ada di kampung ini, dirinya menginisiasi untuk membuat teras apung dengan swadaya gotong royong masyarakat. Keberadaan teras apung ini bersifat multifungsi, artinya bisa digunakan untuk berbagai aktivitas warga sekitar. Kebetulan di Kampung Caping ini ada Rumah Ide yang terdapat perpustakaan. Sehingga anak-anak yang ingin membaca, bilamana ruang yang ada tidak mencukupi, mereka bisa memanfaatkan teras apung ini. Kemudian teras apung ini juga bisa digunakan bagi mereka yang ingin menikmati kuliner yang dijajakan di sekitar kawasan. "Teras apung juga berfungsi sebagai tempat menggelar rapat warga sekitar," terangnya. (prokopim)