,
menampilkan: hasil
Pemkot Terima 7 Sertifikat Hak Pakai, Upaya Selamatkan Aset
Sinergitas Kementerian ATR/BPN dengan Pemkot Pontianak
PONTIANAK - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menerima sebanyak tujuh sertifikat Hak Pakai Aset dari Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sertifikat Hak Pakai Aset tersebut diserahkan oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto kepada Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono di Aula Kanwil ATR/BPN Provinsi Kalbar, Rabu (1/3/2023).
Edi mengapresiasi Kementerian ATR/BPN yang telah melakukan sertifikasi hak pakai aset-aset milik Pemkot Pontianak sebagai upaya penyelamatan aset. Penerbitan sertifikat hak pakai aset ini merupakan wujud dari sinergitas yang telah terjalin antara Pemkot Pontianak dan ATR/BPN.
"Dengan diterimanya sertifikat hak pakai aset ini maka penataan dan pengamanan aset terlaksana dengan baik," ujarnya.
Ia berharap, dengan adanya sertifikat hak pakai ini, Pemkot Pontianak dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mempercepat pembangunan daerah. Selain itu juga bertujuan menjaga kepastian hukum atas kepemilikan aset pemerintah dan meningkatkan pengembangan daerah secara berkelanjutan.
"Kita berharap dengan adanya sertifikat hak pakai ini, Pemkot Pontianak dapat lebih mudah mengelola dan memanfaatkan aset pemerintah yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat," ungkap Edi.
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto mengatakan, sebagai institusi yang mengurus administrasi pertanahan, Kementerian ATR/BPN memiliki target mendaftarkan seluruh bidang tanah di seluruh Indonesia hingga tahun 2025 mendatang.
"Tidak hanya tanah masyarakat, namun juga aset-aset milik pemerintah daerah dan BUMN maupun BUMD," tuturnya.
Penyerahan sertifikat hak pakai aset ini juga dalam rangka menunjang kegiatan di pemerintahan daerah. Selain itu, juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
"Melalui sertifikasi hak pakai aset ini juga mendukung program-program yang dilaksanakan oleh pemda masing-masing," pungkasnya. (prokopim)
Pontianak Raih Nilai Tertinggi se-Kalbar Kepatuhan Standar Pelayanan Publik
Wako Edi Kamtono : Pemkot Terus Tingkatkan Standar Pelayanan Publik
PONTIANAK - Ombudsman RI menganugerahkan penghargaan Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Tahun 2022 kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Penghargaan tersebut diberikan atas komitmen Pemkot Pontianak sebagai penyelenggara pelayanan publik di setiap unit layanannya dengan berupaya meningkatkan kualitas dalam memenuhi standar pelayanan dan menjalankan pengelolaan pengaduan dengan baik.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengungkapkan, predikat kepatuhan standar pelayanan publik yang disematkan kepada Pemkot Pontianak sebagai hasil penilaian yang dilakukan oleh Ombudsman RI atas unit-unit pelayanan publik di lingkup Pemkot Pontianak.
"Alhamdulillah nilai yang diperoleh 87,03 dan nilai kita tertinggi dari lima pemerintah daerah (pemda) tingkat kabupaten/kota se-Provinsi Kalimantan Barat yang meraih Zona Hijau," ujarnya usai menerima piagam penghargaan yang diserahkan oleh Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro di Ruang VIP Wali Kota, Selasa (28/2/2023).
Menurutnya, capaian yang diraih tersebut tidak terlepas dari peran seluruh instansi penyelenggara pelayanan publik, stakeholder serta masyarakat. Kerja keras untuk memberikan pelayanan yang optimal sudah menjadi kewajiban bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Pemkot Pontianak. Meski demikian, kata dia, pelayanan publik memang tidak terlepas dari berbagai keluhan dari masyarakat yang dilayani. Oleh sebab itu, ia menekankan agar para aparatur yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat untuk segera merespon dan menindaklanjuti sebagai bahan evaluasi dalam memperbaiki pelayanan publik.
"Sekecil apapun keluhan atau sebanyak apapun keluhan itu harus kita respon untuk menjadi catatan dalam perbaikan dan peningkatan pelayanan publik," ungkapnya.
Dalam upaya meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pihaknya terus melakukan evaluasi dan peningkatan pelayanan, mulai dari sarana prasarana hingga pelayanan. Satu diantaranya adalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan pelayanan administrasi kependudukan yang ada di Gedung Terpadu Sutoyo. Perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan publik terus dilakukan meskipun sudah masuk zona hijau.
"Intinya, bagaimana membuat masyarakat yang mendapatkan pelayanan itu merasa nyaman," ungkapnya.
Kemudahan mengakses pelayanan publik bagi ibu hamil, lansia dan difabel juga tidak luput dari prioritas Pemkot Pontianak. Hal ini bertujuan supaya masyarakat yang memerlukan pelayanan khusus bisa terlayani dengan baik.
"Baik itu sarana prasarananya maupun kemudahan akses jenis pelayanan lainnya," tuturnya.
Kota Pontianak merupakan satu diantara lima pemerintah daerah (pemda) di Provinsi Kalbar yang meraih Zona Hijau penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun kelima pemda yang masuk kategori Zona Hijau adalah Pemkot Pontianak di urutan pertama dengan nilai 87,03, Pemkab Sanggau di urutan kedua dengan nilai 85,52, Pemkab Kubu Raya di urutan ketiga dengan nilai 81,02, Pemkab Landak di urutan keempat dengan nilai 80,25 dan Pemkab Ketapang di urutan kelima dengan nilai 80,05. (prokopim)
Kota Pontianak Raih Adipura Kategori Kota Besar
Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
JAKARTA - Kota Pontianak kembali menyandang Adipura Kategori Kota Besar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelumnya, Adipura pernah disandang Kota Pontianak pada tahun 1994 silam. Penghargaan bergengsi yang diberikan kepada kabupaten atau kota yang dinilai berhasil dalam mengelola kebersihan dan lingkungan perkotaan ini diserahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan di Auditorium dr Soejarwo Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan menerangkan, Adipura ini sangat penting dalam penilaiannya agar Kota Pontianak menjadi lebih fokus dalam mewujudkan kota yang nyaman dan bersih. Untuk meraih Adipura bukan hal yang mudah sebab diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam penanganannya.
"Walaupun sebagian kota sudah bersih tapi memang masih ada beberapa wilayah yang harus kita tingkatkan dan ditangani," ujarnya.
Menurutnya, ada dua aspek yang menjadi dasar penilaian Adipura yakni kondisi fisik dan non fisik. Dari sisi kondisi fisik yaitu kebersihan dan keteduhan lingkungan perkotaan. Sedangkan non fisik meliputi institusi, manajemen dan daya tanggap dalam mengelola lingkungan perkotaan.
"Dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peduli sampah," terangnya.
Bahasan berpendapat bahwa isu lingkungan memerlukan keterlibatan banyak pihak. Tanpa adanya kolaborasi dan sinergitas antara berbagai pihak terkait, tentunya hal itu sulit untuk terwujud. Masalah regulasi, pelaksanaan dan penertiban harus dilakukan dengan ketat sehingga masyarakat tidak membuang sampah sembarangan.
“Namun itu sudah jadi komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak sejak awal, di visi misi kami yakni Pontianak Kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan, Cerdas dan Bermartabat," pungkasnya.
Adipura merupakan sebuah penghargaan dari Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diberikan kepada kabupaten atau kota yang dinilai berhasil dalam mengelola kebersihan dan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Program Adipura merupakan salah satu instrumen pemerintah untuk mendorong penyelesaian berbagai isu lingkungan hidup. (prokopim)
Pemkot Pontianak Komitmen Kikis Gratifikasi
KPK Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi Bagi Pegawai Negara dan BUMD
PONTIANAK - Gratifikasi seringkali dihubungkan dengan tindakan korupsi. Pasalnya tindakan itu dapat merusak integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah institusi atau pemerintahan. Gratifikasi adalah sebuah bentuk pemberian atau janji pemberian sesuatu kepada seseorang berkaitan dengan penyelenggara negara atau pelayanan publik.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak berkomitmen untuk mengikis gratifikasi di lingkungannya. Gratifikasi memiliki dampak negatif pada orang yang menerimanya sebab dapat mempengaruhi integritas dan profesionalismenya.
"Oleh sebab itu, gratifikasi harus dihindari dan dianggap sebagai tindakan yang tidak etis," ujarnya pada sosialisasi pengendalian gratifikasi bagi pegawai negara dan BUMD lingkup Pemkot Pontianak yang disampaikan oleh KPK RI di Aula Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Kantor Wali Kota, Senin (27/2/2023).
Edi juga menambahkan, capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemkot Pontianak memperoleh nilai 90,05 persen di tahun 2022. MCP merupakan aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
"Jajaran Pemkot Pontianak berupaya untuk meningkatkan MCP melalui perbaikan dan evaluasi serta capaian-capaian target sebagai cerminan pelaksanaan pelayanan publik atau tata kelola di Pemerintahan Kota Pontianak," ungkapnya.
Muhammad Indra Furqon, Direktorat dan Pelayanan Publik KPK RI menjelaskan, pemahaman makna gratifikasi oleh masyarakat memang masih sangat minim. Betapa tidak, di tahun 2019, KPK melakukan survei partisipasi publik. Hasil dari survei itu ternyata hanya 37 persen saja masyarakat yang paham apa itu gratifikasi. Sedangkan 63 persennya tidak paham makna gratifikasi.
"Karena dari survei yang kami lakukan, banyak masyarakat yang termasuk dalam 63 persen itu beranggapan gratifikasi ini cabang ilmu pengetahuan alam," ungkapnya.
Oleh karena ketidakpahaman itulah, lanjutnya lagi, menjadi satu di antara penyebab, hanya 13 persen yang pernah melaporkan soal gratifikasi di tahun 2019. Di beberapa tempat, ada yang mengklaim bahwa mereka tidak melaporkan karena di tempatnya nihil gratifikasi. Ternyata pendapat itu terbantahkan oleh Survei Penilaian Integritas di tahun yang sama, yang mana gratifikasi ditemukan di 91 persen peserta survei.
"Artinya gratifikasi itu ada, hanya belum mau lapor saja," sebut Indra.
Lebih lanjut, dia bilang, selain ketidakpahaman, penyebab lainnya orang tidak melaporkan gratifikasi adalah karena takut. Sehingga gratifikasi ini masih terjadi akibat tidak banyak yang melaporkannya.
"Soal gratifikasi, ada beberapa perspektif yakni perspektif logika, etika, agama dan hukum," tuturnya.
Menurutnya, dalam kaitan gratifikasi, tidak ada kriteria atau batasan nilai dari uang atau barang yang diberikan sebab gratifikasi luas maknanya. Sekecil apapun itu nilainya, kalau sudah termasuk kategori gratifikasi maka itu adalah gratifikasi. Gratifikasi korelasinya dengan pelayanan publik, bisa menghancurkan sistem dan timbulnya diskriminasi dalam pelayanan publik. Kaitan dengan perizinan, perizinan itu harus transparan. Misalnya mulai dari persyaratan, berapa lama prosesnya, berapa biayanya, diumumkan di website, poster, media sosial dan sebagainya. Jika tidak ada transparansi, inilah yang menjadi pintu masuk gratifikasi.
"Tidak pantas kita sebagai pegawai negeri atau pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang kita berikan karena hak berupa gaji dan insentif sudah kita terima, sementara pelayanan yang diberikan sudah menjadi tugasnya," tegasnya. (prokopim)